JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengirimkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Isinya, AJI ingin mengingatkan Sigit soal kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini masih terjadi.

Dalam surat tersebut AJI meminta Kapolri yang baru dilantik itu menunjukkan komitmennya untuk melindungi kebebasan pers, seperti amanat Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Salah satu implementasi dari komitmen itu bisa ditunjukkan oleh Kapolri dengan cara memproses hukum kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis, termasuk yang dilakukan oleh polisi. Komitmen ini harus ditunjukkan Polri dari tingkat pusat sampai daerah,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan melalu keterangan resminya, Jumat (29/1/2021).

Dalam catatan AJI, selama ini masih banyak kasus di mana polisi yang menjadi pelaku kekerasan, termasuk terhadap wartawan. Padahal, hak wartawan untuk menjalankan profesinya dilindungi dan dinyatakan secara jelas dalam UU Pers.

Dari data Divisi Advokasi AJI Indonesia, selama 2020 lalu tercatat ada 84 kasus kekerasan. “Ini bukan hanya lebih banyak dari tahun 2019 yang mencatat 53 kasus, tapi paling tinggi sejak AJI memonitor kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak lebih dari 10 tahun lalu,” ujar Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrim, dikutip dari Tempo.co.

Sebagian besar kasusnya berupa intimidasi (25 kasus), kekerasan fisik (17 kasus), perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (15 kasus), dan ancaman atau teror 8 kasus. Dalam kasus kekerasan yang terjadi di Jakarta pada 2020 lalu, ada enam jurnalis yang juga ditahan di Polda Metro Jaya bersama para pengunjuk rasa penolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada Oktober 2020 lalu, meski dua hari kemudian dibebaskan.

“Ironisnya, sebagian besar pelaku dari semua peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis ini adalah polisi (58 kasus), institusi yang seharusnya menegakkan hukum,” ujar Sasmito.

Upaya untuk memproses hukum kasus kekerasan terhafap wartawan  ini, juga tak mendapat dukungan Polri. Dalam dua kasus kekerasan terhadap jurnalis di Ternate, Maluku Utara, ada pelaporan ke polisi. Awalnya laporan disampaikan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Maluku Utara, 21 Oktober 2020.

Pengaduan ditolak karena belum ada rekomendasi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Saat wartawan datang ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus, juga ditolak dengan alasan mereka hanya menangani yang berhubungan dengan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain kasus kekerasan, AJI Indonesia juga menyoroti kasus pemidanaan terhadap jurnalis Banjarhits.id/Kumparan, Diananta Putra Sumedi. Kasus ini bermula saat Diananta menulis soal konflik antara masyarakat adat dengan PT Jhonlin Agro Raya, yang dimuat 8 November 2019 dengan judul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel”. Namun ada salah satu warga dan juga PT Jhonlin yang mempersoalkan berita itu dan mengadukannya ke Dewan Pers.

(Tempo/Red)