PALANGKARAYA – Dewan Pimpinan Wilayah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Kalimantan Tengah menilai penyelenggaraan lomba karnaval Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) Tahun 2025 tak sesuai substansi.

Menurutnya, sebagai ruang pemuliaan budaya Dayak, bukan panggung campur aduk kebudayaan tanpa batas.

Ketua DPW TBBR Kalteng, Agusta Rachman menjelaskan FBIM bukan sekadar perayaan seremonial tahunan, tetapi simbol eksistensi dan harga diri masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah.

Karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah selaku penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kekeliruan konsep yang terjadi.

“Kami tidak menolak keberagaman. Tapi Festival Budaya Isen Mulang itu tajuknya jelas: budaya daerah, budaya Dayak. Jika semua budaya luar diberi panggung utama dalam karnaval tanpa penempatan yang tepat, lalu di mana letak penghargaan terhadap warisan leluhur kami,” kata Agusta dalam keterangan yang diterima Indonesiaparlemen, Senin (26/5/2025).

Menurutnya, pemerintah seakan abai dan gagal membedakan antara inklusivitas dan pembiaran kultural.

“Jangan bungkus pelecehan identitas budaya kami dengan dalih toleransi,” ucap dia.

TBBR menegaskan bahwa budaya luar seharusnya hadir sebagai pelengkap atau ekshibisi, bukan sebagai peserta utama yang justru menenggelamkan esensi kebudayaan Dayak.

Kekecewaan mendalam pun dilontarkan atas minimnya keberpihakan penyelenggara terhadap nilai-nilai adat yang menjadi roh dari FBIM.

“Ini bukan tentang siapa yang menang atau kalah, tapi tentang siapa yang peduli dan siapa yang sengaja membiarkan budaya Dayak dipinggirkan di tanahnya sendiri. Kami tidak bisa diam,” ujar Agusta.

Lebih dari sekadar kritik, TBBR juga menyerukan konsolidasi seluruh elemen masyarakat adat Dayak untuk mendesak Pemerintah Provinsi menggelar audiensi terbuka.

TBBR juga memperingatkan seluruh pemangku kepentingan agar tidak bermain-main dengan tatanan adat dan kultural masyarakat Dayak.

“Kami menjunjung tinggi falsafah Huma Betang. Tapi jangan salah tafsir: Huma Betang bukan berarti kami membiarkan budaya kami didegradasi. Pemerintah harus paham, bahwa di Kalimantan Tengah ini, Budaya Dayak bukan aksesoris. Ia adalah identitas, martabat, dan jiwa kami,” pungkasnya.

Jurnalis: AF