DEPOK – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok membuat program Data Inventarisasi dan Indentifikasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (DIP4T) di sejumlah lokasi eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang tersebar di Kota Depok.
Berbekal DIP4T Kantor Pertanahan Kota Depok memotret dan melihat fakta yang ada di lapangan terkait penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sehingga penyelesaian konflik yang muncul dapat ditindaklanjuti melalui wadah Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kota Depok.
Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan menegaskan lewat kegiatan IP4T diharapkan menjadi bahan analisa dalam forum pengambilan keputusan. Sehingga, masyarakat termasuk Pemerintah Kota Depok mendapatkan kepastian hukum hak atas tanah pada lokasi kajian, agar tercipta solusi atas konfik pertanahan yang terjadi secara holistik.
“Proses ini akan memakan waktu dan memerlukan data yang akurat, tapi kita optimis, konflik ini akan bisa diselesaikan dengan dukungan dari stakeholder dan masyarakat,” terang Indra Gunawan.
Dalam pengumpulan DIP4T Kantor Pertanahan Kota Depok mendapatkan penggunaan tanah di lokasi eks HGB, 75 persen telah berdiri bangunan milik masyarakat berupa rumah (permanen/semi permanen), lalu ada tegalan (kebun campuran) 5 persen, tanah kosong 6 persen, dan penggunaan lainya sekitar 14 persen dari total keseluruhan luas bidang tanah tersebut.
Ini termasuk adanya masyarakat yang menguasai bidang-bidang tanah tanpa keterangan bahkan enggan untuk diambil datanya oleh petugas survei Kantor Pertanahan Kota Depok. Sehingga, BPN mengendus adanya sengketa yang diakibatkan satu bidang tanah yang diklaim oleh beberapa orang.
“Sampai-sampai dari laporan yang kami terima, ada masyarakat tidak mau dilakukan pendataan DIP4T saat verifikasi di lapangan dan ada juga yang tidak berada di lokasi,” jelasnya.
Kondisi kian diperparah dengan adanya isu-isu munculnya pungutan liar, yang diduga dilakuan sekelompok orang tertentu.
“Dan lagi-lagi kita jumpai oknum di lokasi yang salah artikan kegiatan DIP4T dan memberikan
informasi yang tidak benar kepada masyarakat,” ungkap Indra.
Untuk menghadapi berbagai macam permasalahan tersebut, BPN Kota Depok akan melakukan serangkaian analisa dan kajian lebih mendalam, guna melihat dan memastikan solusi yang dapat diterima oleh berbagai pihak, dan tetap pada koridor hukum yang berlaku.
“Proses penyelesaian persoalan harus melalui forum Gugus Tugas Reforma Agraria tingkat Kabupaten/Kota dilanjutkan pada pembahasan pada tingkat provinsi dan pusat. Sehingga diharapkan ada satu penetapan keputusan oleh GTRA Pusat,” jelas Indra.
Gambaran umum
Sebagai gambaran, Limo adalah salah satu kecamatan di Kota Depok, Jawa Barat. Kecamatan Limo berada di bagian selatan Kota Depok dan berada ± 70 m di atas permukaan laut.
Limo hingga tahun 1933 merupakan bagian daripada tanah partikelir Pondok Cina. Limo kemudian dipisahkan dari tanah partikelir Pondok Cina dan diberi status sebagai sebuah
kecamatan.
Kecamatan Limo kemudian mengalami perubahan pada 30 November 2009 saat Cinere dipisahkan dari Limo dan berdiri menjadi Kecamatan Cinere.
Dalam Kecamatan Limo terdiri dari empat kelurahan yaitu Kelurahan Meruyung, Grogol, Krukut, dan Limo.
Untuk lokasi pusat pemerintahan Kecamatan Limo berada di Kelurahan Limo dikarenakan letak Kelurahan Limo berada di tengah.
Berdasarkan peta yang ada dapat terlihat bahwa status kepemilikan tanah di Kelurahan Limo cukup beragam, yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak wakaf, dan belum terdaftar.
Jika dilihat lebih detail, hak milik merupakan status pemilikan tanah yang banyak dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Limo.
Kemudian diurutan kedua adalah kepemilikan tanah yang belum terdaftar. Kepemilikan tanah yang belum terdaftar ini banyak ditemui pada bagian barat Kelurahan Limo.
Sedangkan pada bagian utara dan barat Kelurahan Limo banyak ditemui kepemilikan tanah hak guna bangunan.
Untuk lokasi IP4T berada pada bagian selatan Kelurahan Limo, dengan mayoritas status kepemilikan tanah masyarakatnya adalah belum terdaftar.
Status Pendataan DIP4T di Kelurahan Limo
Berdasarkan hasil lapangan, didapatkan dua status dalam pendataan DIP4T di Kota Depok yaitu terdata dan no name (NN).
Dari keseluruhan jumlah masyarakat yang menjadi target DIP4T, tercatat 532 bidang yang terdata.
Sedangkan jika dicocokan dengan peta persil maka terdapat beberapa bidang yang tidak memiliki data, bidang yang tidak memiliki data dalam hal ini berstatus no name (NN).
Struktur Penguasaan Tanah
Penguasaan artinya mempunyai hak untuk menggunakan, mengurus, tetapi belum tentu memiliki. Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek privat dan beraspek yuridis.
Penguasaan tanah pada lokasi yang disurvei berjumlah 532 bidang dengan total luasan 138.670 m2. Mayoritas pengusaan tanah di lokasi tersebut adalah termasuk kategori pengusaan sendiri.
Dalam hal ini tanah yang dikuasai masyarakat saat ini didapatkan dari hasil oper alih garapan kemudian dimanfaatkan secara pribadi.
Beberapa lahan yang memiliki status penguasaan orang lain, dalam hal ini merupakan tanah yang didapatkan oleh masyarakat dari hasil oper alih kemudian digarap atau dimanfaatkan oleh orang lain. Sedangkan, status penguasaan orang lain di lokasi DIP4T berjumlah 3 bidang dengan total luasan 831 m2.
Ekspose DIP4T tersebut, dihadiri Kepala Sub Bidang Pengelolaan P4T BPN Joko Wiyono, Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kanwil BPN Jawa Barat Juarin Jaka Sulistyo, Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Jawa Barat Wikantadi Kasumbogo, Kepala Seksi Landreform Kanwil BPN Jawa Barat Fitria dan jajaran BPN Kota Depok.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan