DEPOK – Pemanfaatan lahan menjadi isu krusial dalam pertumbuhan populasi dan kebutuhan masyarakat di Kota Depok. Atas kondisi ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok bergerak dan langsung membentuk panitia guna melakukan inventarisasi.
Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan menjelaskan panitia khusus tersebut, tugasnya melakukan inventarisasi kawasan, dan tanah terindikasi terlantar di Kota Depok sebagai wilayah satelit Ibu Kota Negara.
“Benar panitia sudah dibentuk. Keanggotaan juga telah ditetapkan,” kata Indra Gunawan didampingi Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Depok Hodidjah, Kamis (31/8/2023).
Keputusan ini, berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Nantinya, sambung Indra, panitia bertugas melakukan pemeriksaan terhadap dokumen hak atas tanah yang terindikasi tidak dimanfaatkan sebagaimana pemberian hak atas tanahnya. Sampai pada rencana pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan hingga pemeliharaan tanah secara faktual.
“Nah, hasil dari peninjauan lapangan akan diberitahukan kepada pemegang hak untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan sampai pada upaya memelihara tanah yang dimiliki,” jelasnya.
Hodidjah menambahkan objek inventarisasi juga termasuk tanah yang telah dikuasai dalam jangka waktu 180 hari kalender sejak diterbitkannya pemberitahuan.
“Kembali kita tekankan bahwa kegiatan inventarisasi tanah terindikasi terlantar ini fokusnya pada pemanfataan untuk kesejahteraan masyarakat,” imbuh Hodidjah.
Ini selaras dengan nilai konstitusi dan tujuan pembangunan berkelanjutan pada Pasal 33 UUD RI 1945. Bahwa perlunya penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam oleh negara demi kemakmuran rakyat.
“Prinsipnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Maka, pemberian hak tanah kepada individu atau badan hukum harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan publik dan mencegah kerugian bagi pihak lain,” jelasnya.
Undang-undang dan peraturan terkait telah mengatur, bahwa setiap pemegang hak atas tanah harus memanfaatkan, mengusahakan, dan memelihara tanah yang dimilikinya sesuai dengan maksud pemberian haknya oleh pemerintah.
Penelantaran tanah yang disengaja akan menimbulkan sengketa dan konflik pertanahan yang merugikan masyarakat. Maka pemegang sertifikat hak atas tanah punya kewajiban untuk menggunakan, memanfaatkan, dan menguasai secara fisik bidang tanah tersebut.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Maka dilaksanakanlah upaya pengendalian dan penertiban tanah terlantar untuk memastikan setiap hak atas tanah dipergunakan secara produktif dan memenuhi tujuan pemberian atau pengakuannya,” jelas Hodidjah.
Proses Inventarisasi
Proses inventarisasi tanah terlantar dilakukan untuk mengidentifikasi tanah yang tidak dimanfaatkan, tidak dikuasai, dan tidak dipelihara dengan baik oleh pemegang hak.
Dalam kerangka ini, dilaksanakan kegiatan pemeriksaan dokumen hak atas tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara faktual.
Nah, hasil peninjauan lapangan akan memberikan gambaran mengenai kondisi tanah secara langsung, dan pemegang hak akan diberikan kesempatan untuk mengusahakan, memanfaatkan, dan memelihara tanah sesuai aturan dalam jangka waktu tertentu.
Selanjutnya, dilakukan evaluasi. Ini perlu dilakukan terhadap pemegang hak atas tanah, seperti pemeliharaan batas lahan, penggunaan sesuai peruntukan, kepentingan publik yang terjaga, serta tanggung jawab sosial.
Data yang akurat dari kegiatan ini menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat demi pemanfaatan tanah yang berkelanjutan dan mencapai tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
“Dengan demikian, pemanfaatan tanah akan mendukung kemakmuran masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Pada posisi ini BPN Kota Depok harus hadir dan harus ikut berperan,” pungkas Hodidjah.
Untuk diketahui, landasan pembentukan tim inventarisasi kawasan dan tanah terlantar didukung oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
UU ini melarang tindakan penelantaran tanah secara sengaja. Hak apapun pada seseorang/kelompok orang atau badan hukum dapat hapus bila dilakukan penelantaran terhadap tanahnya.
UU tersebut diperkuat lewat dengan pasal 33 peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya, Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa mempunyai tugas melaksanakan pengendalian hak atas tanah, alih fungsi lahan, wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu.
Bahkan, aturan pun memperkenankan dilakukan penertiban penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan tanah dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan, serta penanganan perkara pertanahan.
Jurnalis: Agung Nugroho
Tinggalkan Balasan