Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Depok Hodidjah. Dok: BPN Depok

DEPOK – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok membuat terobosan dengan meluncurkan aplikasi Bermata (Berantas Mafia Tanah). Hal ini sejalan dengan upaya percepatan penyelesaian kasus pertanahan melalui mediasi yang dilakukan secara intens.

Menurut Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kota Depok Hodidjah tanah merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap orang. Tanah berperan penting dalam menunjukkan jati diri pemiliknya.

Para pemegang modal yang memiliki aset berupa tanah dimana mana sudah dapat dipastikan banyak pula asetnya yang tidak atau belum diurus secara maksimal.

“Pembiaran atau penelantaran asset ini dan tidak dilakukannya penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan baik oleh pemiliknya menjadi salah satu penyebab timbulnya kasus pertanahan,” kata Hodidjah, Senin (3/7/2023).

Pembiaran ini, kata dia, menjadi salah satu alasan terjadinya okupasi masyarakat terhadap tanah yang dianggap ditelantarkan oleh pemiliknya.

Dia menjelaskan, kasus pertanahan terjadi saat masyarakat yang mengokupasi tanah tersebut memohon untuk dilakukan sertifikasi karena merasa sudah lama menguasai tanah tersebut, namun diketahui bahwa tanah yang dimohon oleh masyarakat tersebut ternyata sudah ada sertipikat yang terbit milik orang lain.

“Dalam hal ini kantor pertanahan sebagai lembaga yang telah menerbitkan sertifikat dituntut oleh pemilik tanah yang notabene tidak pernah menguasai dan menjaganya, untuk berpihak padanya, di sisi lain masyarakat yang merasa telah menguasai tanah tersebut bertahun tahun dan turun temurun menuntut hak untuk diberikan legalisasi terhadap penguasaannya,” jelas Hodidjah.

Dia menambahkan, kasus pertanahan juga tidak terlepas dari campur tangan para mafia tanah. Mafia tanah tidak terlihat tapi dapat dirasakan.

“Mereka justru bermain pada bidang-bidang tanah yang memang bersengketa. Para mafia tanah ini terdiri dari berbagai kalangan dan oknum aparat yang berhubungan dengan pengurusan sertifikat,” terangnya.

Untuk diketahui, lanjut Hodidjah, Kantor Pertanahan Kota Depok berdiri tahun 1999 merupakan pemekaran dari Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.

“Belum terintegrasinya data peta pendaftaran tanah dengan system KKP saat ini menyebabkan banyaknya sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN Kota Depok,” ujar dia.

Sebagai informasi, Kota Depok saat ini terdiri dari 11 Kecamatan dan 63 Kelurahan. Sejak tahun 1999 begitu banyak sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Depok.

“Dapat dibayangkan warkah yang sangat banyak dan terus bertambah tersebut, tidak sesuai dengan luas gedung arsip atau tempat penyimpanan Buku Tanah dan Warkah yang ada,” pungkas dia.

Jurnalis: Agung Nugroho