BOGOR, INDONESIAPARLEMEN.COM – Kebijakan Dewan Pers yang mewajibkan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kepada para pelaku Pers menuai kontroversi di kalangan Wartawan atau Jurnalistik dan para Pemilik Perusahaan Pers karena dinilai menjadi penghambat proses verifikasi Media untuk melakukan proses administrasi legalitas di Dewan Pers.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A. menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers terkait UKW sebuah kebijakan yang menghambat kemerdekaan Pers berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1.
Disebutkan bahwa kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi Warga Negara, ayat kedua bahwa terhadap Pers Nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan Pers, Pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
“Kalau menurut saya, baik secara pribadi maupun secara organisasi PPWI, kita menolak segala kebijakan yang menghambat pengembangan kemerdekaan Pers, karena inikan sebenarnya akal – akalan untuk menghambat kawan – kawan untuk melakukan tugas – tugas jurnalistik terutama dalam kaitannya dengan kerjasama dengan sumber – sumber finansial seperti di Pemerintah Daerah maupun di Perusahaan perusahaan dan individu – individu yang ada potensi untuk kita kerja sama,” tutur Wilson kepada awak media saat menghadiri HUT ke – 3 Media Indonesia Parlemen, di Puncak, Bogor, Sabtu malam (22/8/20).
“Jadi, saya menilai itu adalah langkah yang tidak membangun kemerdekaan Pers, tapi justru menghambat, oleh karena itu maka perlu kita mengevaluasi. Nah, dalam kaitannya dengan UKW itu sendiri, itu yang dilakukan dengan teman – teman organisasi yang konstituen Dewan Pers.
Itu jelas tidak diatur dalam perundang – undangan Nomor 40 Tahun 1999, justru mengenai uji kompetensi itu diatur oleh perundang undang ketenagakerjaan dan harus berada dibawah BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dan itu yang saya tidak tahu bagaimana Dewan Pers melihatnya dan itu adalah sebuah pelanggaran menurut saya,” pungkasnya.
Lebih lanjut Ketua Umum PPWI itu juga menyebutkan bahwa untuk menilai kwalitas seorang Jurnalis atau Wartawan itu bukanlah Dewan Pers atau organisasi – organisasi Pers melainkan publik atau netizen.
“Dan kalau kita lihat ya, Menteri Pendidikan saja mengatakan bahwa Ijazah itu tidak penting, yang paling penting itu kan adalah kwalitas orang, apakah Ijazah itu mencerminkan kwalitas orang? Itu yang perlu kita lihat, kalau kwalitasnya benar – benar bermutu tinggi, walaupun tidak punya sertifikat UKW, ya tetap akan dinilai bermutu tinggi. Siapa yang menilai, ya publik, masyarakat yang akan menilai, bukan sebuah lembaga yang namanya Dewan pers, ataupun Organisasi Pers pun tidak bisa menilai, tapi itu yang terjadi saat ini sehingga menurut kita itu perlu di evaluasi baik oleh kita sendiri sebagai wartawan sebagai pekerja pers maupun para pengampu pers atau organisasi – organisasi pers dan kita berharap pemerintah bisa ikut campur dalam permasalahan ini,” tutup Wilson. (John Letter’s)
Tinggalkan Balasan